Jumat, 28 Mei 2010

Contoh kasus anak special need “Menyekolahkan si anak spesial” bag:3

Menurut Vera Itabiliana, psikolog anak dan remaja, sebelum memutuskan apakah si anak perlu dimasukkan ke sekolah khusus atau tidak, orangtua perlu menguji anaknya dengan sejumlah pertanyaan, seperti: Bisakah si anak duduk diam di kelas selama jangka waktu yang lama, bisakah dia mengikuti aturan, bisakah dia memahami instruksi orang lain, atau bisakah dia mengendalikan emosinya ketika ada sesuatu yang tak berkenan terjadi? “Bila semua pertanyaan di atas jawabannya “tidak”, ya tidak ada positifnya memaksa anak masuk sekolah umum, lebih baik dia masuk sekolah khusus saja,” kata Vera.
Toh, hal itu terpulang lagi kepada orangtua. Sebagai psikolog yang juga terapis bagi anak-anak autis dan pengelola sekolah autis Mandiga, Ita tak pernah langsung menganjurkan agar seorang anak autis dimasukkan ke sekolah umum atau sekolah khusus. “Semuanya terserah orangtua si anak, saya hanya memberitahu kemungkinan-kemungkinan yang akan mereka hadapi sebagai konsekuensi pilihannya,” katanya.
Jadi, sah-sah saja, kok, kalau orangtua mau coba-coba dulu memasukkan anaknya ke sekolah umum. Siapa tahu si anak memang mampu. Tapi, bila si orangtua sejak awal memang menyadari si anak mungkin sulit menyesuaikan diri di sekolah biasa, sekolah khusus akan menjadi pelabuhan yang tepat. Ketika anak lain patuh saat disuruh latihan menulis misalnya, si autis mungkin akan ’membangkang’ dan asyik sendiri melakukan hal lain. Itulah yang mungkin akan menyulitkan mereka di sekolah umum.
http://www.parenting.co.id/article/article_detail.asp?catid=2&id=10

1 komentar: